Wednesday, April 3, 2013

Kisah Kehidupan: Keluarga Muda di Bus Ekonomi #2 (Tamat)

Perjalanan agak tersendat. Bus dan kendaraan besar tidak diperbolehkan melewati jalan layang Sepanjang dan dialihkan jalurnya lewat jalan bawah. Sebabnya, sebuah truk pengangkut gabah mengalami patah as roda belakangnya saat berjalan naik. Volume kendaraan yang lumayan besar sedangkan jalurnya yang sempit mengakibatkan jalanan menjadi macet.

Kembali ke keluarga muda tadi. Tak lama kemudian sang bocah sepertinya mulai kehausan. Rewel di gendongan. Sigap, sang ibu segera meminta sang ayah untuk mengambil susu di tas jinjing yang ditaruh di dekat pintu belakang bus. Srettt... Resleting tas terbuka. Sepintas saya lihat segebok pampers bayi dan satu kotak susu formula bayi. Lumayan mahal setahu saya [kebetulan sering belanja pampers dan lihat harga-harga susu bubuk kemasan di toko swalayan]. Sekejap, sang ayah sudah memegang susu botol dan kemudian diberikan ke istrinya. Sepertinya sudah disiapkan sejak di rumah.


Si bocah mulai asyik dengan susu botolnya. Nikmat sambil berayun dalam gendongan. Bus masih berjalan perlahan. Sang ayah melepas bosan dengan memandang ke sekeliling. Sesekali jari-jarinya menata rambut belah tengahnya. Sedangkan sang ibu masih bersandar di kursi penumpang, menatap lurus ke jendela samping. Mungkin sambil "menikmati" beratnya buah hati yang digendongnya.

Mengamati mereka seperti membayangkan keluarga saya. Beberapa kali kami menaiki bus untuk pulang pergi ke rumah orang tua maupun ke mertua. Bus ekonomi maupun yang patas sudah pernah kami coba. Sempat pula berdiri karena tidak ada pilihan lain. Sempat pula terpisah duduk depan dan belakang karena penuhnya penumpang waktu itu. So, melihat sang ibu dan bocahnya, mengingatkan saya dengan Gaza dan umminya. Menggendong bayi sambil berdiri apalagi dengan kondisi jalan yang macet, penumpang yang berdesakan dan tujuan yang masih jauh, jelas bukanlah hal yang ringan. Mungkin saya atau istri tidak mampu melakukannya.

Dengan sisa-sisa semangat berempati, ditambah dengan sedikit keberanian dan rasa ragu-ragu, canggung yang bercampur aduk, saya beranikan untuk berdiri dan mencolek bahu sang ayah. "Duduk, Mas. Buat ibunya" Spontan dia menjawab, "Terima kasih." Senyumnya mengembang. Dan beberapa saat kemudian ibu dan anak ini terlelap dalam tidurnya masing-masing. Lega. Alhamdulillah.

Sahabat, demikianlah sepenggal fragmen hidup masyarakat kita. Kebutuhan hidup keluarga muda dan bayinya perlu mendapat perhatian serius dari penguasa negeri ini. Pun, rasa peduli, empati juga perlu kita tumbuh kembangkan terhadap sesama. Tak jarang kita lihat di kendaraan umum seorang anak muda yang asyik di tempat duduknya padahal ada kakek/ nenek yang berdiri di dekatnya. Semoga negeri ini akan menjadi lebih baik :)

No comments:

Post a Comment