Subhanallah.
Mungkin hanya kata itu yang bisa saya ucapkan saat melihat sepasang
suami istri berjalan berdampingan sore hari kemarin dan beberapa hari
sebelumnya. Guyub, ceria, saling melepas senyum berdua, meski dengan
baju yang lusuh dan dihiasi topi yang sudah pudar warnanya. Sepertinya
pakaian dan topi lama yang telah sekian tahun menemani perjalanan hidup.
Sobat, mereka berdua berjalan bersama bukan dalam rangka melepas
penat, menikmati waktu. Tapi, karena tuntutan profesinya sebagai pemusik
jalanan yang mengharuskan mereka berkunjung dari rumah ke rumah,
menyanyikan sebait lagu dan menerima uang koin recehan satu atau
beberapa keping. Sang suami bertugas memainkan gitar kecilnya, sedangkan
sang istri mungkin sebagai biduannya.
Sobat, semakin mengagumkan saat saya melihat sang suami dengan tanpa
rasa canggung, tanpa rasa malu, pun memelas wajahnya, melangkahkan kedua
kaki bergantian yang sebenarnya cukup sulit untuk dia lakukan.
Sebaliknya, justru ekspresi yang muncul adalah raut wajah gembira
bahkan, menikmati sekali langkah demi langkah. Dan maaf sebelumnya, itu
semua dikerjakan dalam kondisi bentuk tungkai kakinya seperti angka
delapan, bukan seperti kita ini yang alhamdulillah lurus, normal. Susunan tulang
dan sendi kakinya memaksa membentuk gerakan menyamping dan tertekuk
saat mencoba mengayunkan kaki melangkah ke depan.
Sobat, kita belajar banyak dari beliau berdua bahwa bahagia bukan ada
di harta, bukan ada di pekerjaan, bukan pula ada di fisik, ataupun ada
di pasangan yang sempurna. Tapi bahagia ada di dalam hati, dalam
ketentraman jiwa. Dukungan istri terhadap profesi suami serta
kebersamaannya adalah salah satu penyebab diturunkannya sakinah mawadah/
kebahagiaan dalam keluarga. So, salam sayang dan hormat buat ayah bunda
yang selama ini membesarkan kita dengan penuh cinta dan pengorbanan yang luar biasa
No comments:
Post a Comment